Ketentuan dalam Pasal 1 Angka 1 UU No. 2 Tahun 2011 dapat di pahami bahwa partai politik memiliki peran strategis sebagai wadah aspirasi rakyat sekaligus pilar utama demokrasi. Partai politik tidak hanya berfungsi untuk memperjuangkan kepentingan politik anggotanya, tetapi juga harus menjadi sarana edukasi politik, penjaga persatuan bangsa, dan pengawal nilai-nilai Pancasila serta konstitusi. Oleh karena itu, partai politik idealnya tidak sekadar mengejar kekuasaan, melainkan berkomitmen untuk mewujudkan kepentingan rakyat dan memperkuat kehidupan demokrasi yang berkeadilan.
Pancasila, sebagai fondasi ideologis dan dasar negara Indonesia (staats fundamentalnorm), semestinya menjadi pijakan moral serta filosofi utama dalam setiap perumusan kebijakan hukum. Akan tetapi, pada tataran praktik, nilai-nilai luhur Pancasila kerap tereduksi oleh kepentingan politik yang pragmatis dan bersifat sementara. Akibatnya, gagasan tentang negara hukum yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat hanya berhenti pada tataran retorika tanpa wujud nyata dalam pelaksanaan.[4]
Baca Juga: Karhutla Dan Pentingnya Pemanfaatan Data Tinggi Muka Air Tanah
Berdasarkan studi kasus terdahulu, yang dilakukan oleh Prasetyo (2020) mengungkap bahwa Undang-Undang ITE kerap dijadikan alat untuk membatasi kebebasan berpendapat di ruang publik.[5] Selanjutnya, Lestari (2021) menemukan bahwa revisi terhadap UU KPK Tahun 2019 justru menggerus independensi lembaga antikorupsi dan memperlihatkan adanya intervensi kepentingan politik tertentu.[6] Sementara penelitian Siregar (2023) menunjukkan bahwa KUHP baru Tahun 2023 masih memuat sejumlah pasal yang berpotensi membungkam kebebasan masyarakat dan menguatkan dominasi pemerintah.[7]
Baca Juga: Pemilu Sistem Proporsional Tertutup atau Terbuka?
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS