Bicara Kesejahteraan Rakyat, LaNyalla Beberkan Tiga Kunci di UIN STS Jambi

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam acara Focus Group Discussion (FGD) di UIN STS Jambi, Senin (26/6/2023). (Foto: Biro Pers DPD RI)

Reporter: AM | Editor: Ahmad Muzir
Bicara Kesejahteraan Rakyat, LaNyalla Beberkan Tiga Kunci di UIN STS Jambi
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam acara Focus Group Discussion (FGD) di UIN STS Jambi, Senin (26/6/2023). (Foto: Biro Pers DPD RI)

Oleh karena itu, LaNyalla menilai tidak ada pilihan. Sistem bernegara hari ini yang diakibatkan oleh kecelakaan perubahan konstitusi di Era Reformasi harus kita akhiri dengan cara kembali kepada rumusan asli sistem bernegara dan sistem Ekonomi Pancasila.

"Kita harus berani bangkit, harus berani melakukan koreksi. Sistem Ekonomi Pancasila yang sudah kita tinggalkan mutlak dan wajib kita kembalikan. Tanpa itu, negeri ini hanya akan dikuasai oleh Oligarki yang rakus menumpuk kekayaan," tutur LaNyalla.

Baca Juga: Memang Hebat Pak Haris itu, Diundang ke Rumania dan Moldova

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jambi, Dr Sayuti Una, S.Ag.MH, yang hadir sebagai narasumber sependapat dengan pernyataan LaNyalla. Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Keluarga Batanghari (PB KABARI) ini , bangsa ini harus kembali kepada konsep Ekonomi Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945 Naskah Asli. Hal tersebut untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang merupakan cita-cita bangsa sebagaimana tertuang dalam Alenia ke-IV Pembukaan UUD 1945.

Dalam Naskah Asli itu, Sayuti menyebut ada tiga poin penting dalam pengelolaan ekonomi yakni pertama, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Kedua, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ketiga, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Baca Juga: Kelola Participating Interest 10 % Blok Migas, Jambi Siapkan BUMD

"Pasal 33 adalah konsekuensi dari tujuan berdirinya negara Indonesia. Hal ini ditunjukkan di dalam Pembukaan UUD 1945 pada alenia ke-IV," jelas pria kelahiran Desa Malapari ini. Selain itu, Sayuti juga menyebut jika Pasal 33 merupakan rumusan yang mengatur secara prinsip mengenai perekonomian negara yang akan diwujudkan.

Persoalan muncul ketika dilakukan amandemen, yang mana di dalamnya juga ikut merubah Pasal 33. Sayuti menyebut ada tiga problematika pelik imbas amandemen tersebut. Pertama, perekonomian tak lagi berdasarkan asas kekeluargaan, karena di dunia bisnis modern ini tidak dapat dihindarkan sistem kepemilikan pribadi sebagai hak asasi manusia yang juga dilindungi oleh UUD.

Baca Juga: Ketua LAM Jambi, Pemberian Gelar Adat itu Penuh Pertimbangan

Kedua, cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak memang harus dikuasai oleh negara. Tetapi pengertiannya tidak untuk dimiliki.

"Ketiga, pengertian 'dikuasai negara' tidak identik dengan 'dimiliki oleh negara' atau tidak dimaksudkan diwujudkan melalui kepemilikan oleh negara," jelas Sayuti. Oleh karenanya, Sayuti sependapat dengan LaNyalla bahwa bangsa ini harus kembali mengacu kepada sistem ekonomi sebagaimana dirumuskan para pendiri bangsa.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Lanjut Baca ke halaman berikutnya

Kabar Lainnya

Kabar Lainnya